Sunday, September 2, 2012

Menemukanmu

Semalam aku bermimpi..
 

Walau aku lupa detilnya, tapi aku tahu itu mimpi indah..
 

Saat terbangun aku mendapatkan sebuah firasat.
 

Firasat akan sebuah pertemuan. 

Sepi, sedih, rindu.. Sudah dua hari di Jogja, pikiranku masih mengharapkan suasana gaduh rumah. Seperti ketika keponakanku Aira menangis karena godaan tante-tantenya,  sedang Maulana kakak Aira yang masih TK, ketawa-ketiwi sambil sibuk mengabadikan momen itu dengan kamera milik abbanya.

Rasanya liburan cepat sekali berlalu. Tapi ada baiknya juga. Karena pada akhirnya aku bisa menonton Perahu Kertas, film yang sejak tayangnya di bioskop 16 agustus lalu membuatku merasa tak berdaya tinggal di kota Palu, ibu kota provinsi Sulawesi Tengah yang bioskopnya entah kapan baru ada.

Bukan karena kabarnya yang begitu gencar di TV atau sering di-retweet oleh teman-teman di twitter. Tapi karena ‘Perahu Kertas’. Dua kata itu seperti magnet yang menarik diriku. Aku belum pernah membaca versi novelnya baik soft copy atau yang hard copy. Aku hanya suka dengan perahu.

Aku membayangkan perahu kertas adalah sebuah perasaan yang rentan terombang ambing oleh arus takdir, rapuh akan resapan air, dekat dengan tenggelam kedalam dasar, namun tetap memiliki asa akan berlabu. Aku merasa seperti itulah perasaanku saat ini. Sayang tapi harus dilepas ke lautan luas untuk berlabu di suatu...

“Permisi, kayaknya itu seat saya deh,” Seorang gadis mengembalikan fokusku dari lamunan.

“Ah..” Aku merogoh kantong untuk sekedar melihat angka yang tertera di tiket, dan gadis itu pun melihat angka di tiketnya.

“Ah.. maaf, salah!” Gadis itu cepat-cepat buang muka, entah malu atau sok judes, ia menuju ke seat B9, meleset dua seat dari seat yang kududuki saat itu.

Bagaimana bisa dia salah melihat angka tujuh menjadi angka sembilan sih..

“Mataku normal kok..” kata gadis itu seakan-akan bisa membaca pikiranku. “Sendiri aja.. atau ada yang duduk disini?” Lanjutnya sambil menyentuh sandaran seat kosong di tengah kami.

“Kalo sendiri memangnya kamu mau duduk disini?” Giliranku menyentuh seat kosong itu. Anehnya gadis itu langsung berpindah ke seat yang dimaksud.

“Gak punya teman ya? Kasian.. Sini aku temani!” Cetusnya, tapi tiba-tiba seorang cowok tambun berkaos JKT48 dengan wajah memelas dan tangan yang memegang tiket memberikan isyarat kalau itu adalah seat miliknya. Gadis itu berpikir sejenak lalu kembali ke tempat di mana dia seharusnya.

“Justru aneh film ini ditonton bareng teman.. Homo dong!” Belaku penasaran tidak menghiraukan pembatas hidup di antara kami.

“Kemarin aku nonton bareng teman-temanku! Makanya punya teman jangan Cuma satu.. Cowok lagi!” walau kesannya kasar tapi nada suaranya lembut.

“Berarti kemarin kamu aneh, sekarang kamu kasian,” balasku pelan, dan gadis itu hanya menanggapi dengan tawa kecil. “kenapa sampai nonton dua kali sih?”.

“Hmm..” dia berpikir sejenak dengan pandangan lurus ke layar raksaasa yang sejak tadi menawarkan berbagai produk komersil. Tapi dari matanya yang tak fokus, aku tahu hatinya begitu meresapi kata yang akan diucapkannya.

“Karena perahu kertas.. atau.. karena aku rasa, aku akan jatuh cinta.” lanjutnya dengan senyuman kecil.

“Ssssst!” Desis cowok tambun yang memisahkan kami dengan jari telunjuk dirapatkan ke bibirnya yang manyun sama seperti gambar yang tertera di layar persegi panjang di depan kami. 

~Selesai~

Sunday, August 12, 2012

Saat Dia Ada, Aku Merasakannya


Aku tidak mengerti… di semester akhir aku berada di sekolah ini, perlahan mereka mulai berpasang-pasangan.. Aku mencoba cuek walau terasa agak geli. Teman-temanku, anak-anak seusiaku, tingkat akhir sekolah menengah pertama, mulai mengenal cinta. Cinta itu seharusnya untuk mereka yang dewasa, pikirku dan aku mempertanyakan pikiran teman-temanku. Semakin aku memikirkannya, tidak bisa kupungkiri rasa penasaranku pun timbul. Sebenarnya… seperti apa rasanya jatuh cinta?

Ujian nasional telah selesai, seperti biasa aku dan teman-teman mengisi waktu luang dengan bermain sepakbola mini di halaman depan kelas. Tendanganku jauh melenceng dari sasaran dan melambung sampai sudut yang berlawanan. Sudah menjadi tanggung jawabku untuk mengembalikan bola itu pada area permainan. Aku menghampiri bola, dan mencoba menendangnya kearah teman-teman walau jaraknya cukup jauh.  Dengan berkonsentrasi pada bola dan sasaranku, sekuat tenaga sepakan kuluncurkan. Zeeb! Diluar perhitungan, karena lantai tidak rata dan sedikit dorongan angin, bola bergerak sendiri ke daerah yang lebih landai dan aku jatuh karena menendang angin... Saat aku perlahan bangkit yang kulihat hanyalah orang-orang yang menertawakan kejadian konyol itu kecuali ‘dia’.

Aku tidak tahu namanya.. Bukan karena dia murid baru atau aku yang murid baru. Tapi karena ada begitu banyak siswa, ada begitu banyak kelas, dan aku hanya bergaul dengan teman-teman langganan kelas  A dan B, kelasnya orang-orang yang ranking atas. 

Di saat aku jatuh dan menjadi pusat perhatian, dia berjalan anggun di antara kerumunan orang-orang yang menertawakanku dengan tujuannya sendiri dan berhasil mengunci perhatianku, orang yang menjadi pusat perhatian saat itu. Rambut hitam panjang dikucir kuda, mata sayup tanpa fokus memandang ke kedua kakinya yang sedang berlomba saling mendahului, bibir tipis tertutup, dengan senyuman kecil yang bukan tertuju pada kekonyolanku. Momen itu membuat dia terlihat berbeda, sangat-sangat berbeda, walau aku tidak ingin memakai kata-kata berikutnya.. ya.. dia terlihat spesial. Untuk pertama kali dalam kehidupanku yang baru 15 tahun ini, aku mengaku bahwa seorang gadis terlihat spesial diantara gadis-gadis lainnya. Siapakah dia? gadis yang menarik rasa ingin tahuku. Gadis yang misterius.

~selesai~